Kebijakan
pemerintah kolonial di bidang politik pada abad ke-19 semakin intensif dan
pengaruhnya semakin kuat. Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan penduduk
pribumi, dan hilangnya kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah berbagai
bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil, atau
gerakan sosial, dan perlawanan besar.
1.
Perlawanan Pattimura (1817)
a. Latar
Belakang Terjadinya Perlawanan
Maluku
termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil
memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada
Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai
penyelundup dan pembangkang. Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat
Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama
Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut.
à Kembalinya pemerintahan kolonial
Belanda di Maluku dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan
sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan dan peraturan. Apabila perubahan itu
menimbulkan banyak kerugian atau penghargaan yang kurang, sudah barang tentu
akan menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan.
à Pemerintah kolonial Belanda
memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada zaman pemerintahan
Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien,
herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda mengharuskannya lagi.
Tambahan pula tarif berbagai barang yang disetor diturunkan, sedang
pembayarannya ditunda-tunda.
à Pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang sudah berlaku di
Maluku, menambah kegelisahan rakyat.
à Belanda juga mulai menggerakkan
tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu (Tentara) Belanda
à Rakyat Maluku menolak kehadiran
Belanda karena pengalaman mereka yang menderita dibawah VOC
à Pemerintah Belanda menindas rakyat
Maluku dengan diberlakukannya kembali penyerahan wajib dan kerja wajib
Ã
Dikuasainya
benteng Duursteide oleh pasukan Belanda
b. Jalannya Perlawanan
Protes
rakyat di bawah pimpinan Thomas Matulessi diawali dengan penyerahan daftar
keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa
orang kaya, patih, raja dari Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan
dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang, di antaranya
Thomas Matulessi berkumpul di hutan Warlutun dan memutuskan untuk menghancurkan
benteng di Saparua dan membunuh semua penghuninya.
Pada tanggal
9 Mei berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut.
Dipilihnya Thomas Matulessi sebagai kapten.
Serangan
dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di Porto. Residen
Van den Berg dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi.
Keesokan
harinya rakyat mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh semangat.
Seluruh isi benteng itu dibunuh termasuk residen Van den Berg beserta keluarga
dan para perwira lainnya. Rakyat Maluku berhasil menduduki benteng Duurstede.
Setelah
kejadian itu, Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari Ambon lengkap dengan
persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi ini berangkat tanggal
17 Mei 1817. Dengan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal 20 Mei 1817
pasukan itu tiba di Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan
Pattimura. Pasukan Belanda dapat dihancurkan dan Mayor Beetjes mati tertembak.
Belanda
berusaha mengadakan perundingan dengan Pattimura namun tidak berhasil sehingga
peperangan terus berkobar. Belanda terus-menerus menembaki daerah pertahanan
Pattimura dengan meriam, sehingga benteng Duurstede terpaksa dikosongkan.
Pattimura mundur, benteng diduduki Belanda, tetapi kedudukan Belanda dalam
benteng menjadi sulit karena terputus dengan daerah lain. Belanda minta bantuan
dari Ambon. Setelah bantuan Belanda dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet
dan Mayer datang, Belanda mengadakan serangan besarbesaran (November 1817).
c. Akhir Perlawanan
Serangan
Belanda tersebut, menyebabkan pasukan Pattimura semakin terdesak. Banyak daerah
yang jatuh ke tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang tertangkap
yaitu Rhebok, Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas Latumahina, dan
Johanes Mattulessi. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang
kemudian dibawa ke Saparua. Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja sama,
namun Pattimura menolak. Oleh karena itu, pada tanggal 16 Desember 1817
Pattimura
dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon. Sebelum digantung, Pattimura
berkata ”Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak
Pattimura-Pattimura muda akan bangkit”.
Tertangkapnya
para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan perjuangan
rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh
Belanda.
2.
Perlawanan Kaum Padri (1821 – 1837)
a. Latar
Belakang Terjadinya Perlawanan
Kaum Adat di
Minangkabau mempunyai kebiasaan yang kurang baik yaitu minum-minuman keras,
berjudi, dan menyabung ayam. Kebiasaan itu dipandang oleh kaum Padri sangat
bertentangan dengan agama Islam.
Kaum Padri
berusaha menghentikan kebiasaan itu, tetapi Kaum Adat menolaknya maka kemudian
terjadilah pertentangan antara kedua golongan tersebut.
Gerakan
Padri di Sumatera Barat, bermula dengan kedatangan tiga orang haji asal
Minangkabau dari Mekkah tahun 1803. Ketiga haji tersebut adalah Haji Miskin,
Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Ketiga haji itu membawa perubahan baru dalam
masyarakat Minangkabau dan sekaligus ingin menghentikan kebiasaan yang
dianggapnya menyimpang dari ajaran agama Islam.
Tujuan
gerakan Padri adalah untuk membersihkan kehidupan agama Islam dari pengaruh-pengaruh
kebudayaan dan adat istiadat setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama
Islam. Diberantasnya perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan yang
dianggap merusak kehidupan beragama. Gerakan ini kemudian terkenal dengan nama
“Gerakan Wahabi”. Kaum adat tidak tinggal diam, tetapi mengadakan perlawanan
yang dipimpin oleh Datuk Sati, maka terjadilah perang saudara.
Perang
saudara mulai meletus di Kota Lawas, kemudian menjalar ke kota-kota lain,
seperti Bonjol, Tanah Datar, dan Alahan Panjang. Tokoh-tokoh kaum Padri yang
terkenal adalah Tuanku Imam Bonjol, Tuanku nan Cerdik, Tuanku Pasaman, dan
Tuanku Hitam. Kaum adat mulai terdesak. Ketika Belanda menerima penyerahan
kembali daerah Sumatera Barat dari Inggris, kaum adat meminta bantuan kepada
Belanda menghadapi kaum Padri. Oleh karena itu, kaum Padri juga memusuhi
Belanda.
b. Jalannya
Perlawanan
Musuh kaum
Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan dimulai tahun 1821 dengan
serbuan ke berbagai pos Belanda dan pencegatan terhadap patroli Belanda.
Pasukan Padri bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan pihak musuh
menggunakan meriam dan jenis senjata lainnya. Pertempuran berlangsung seru
sehingga banyak menimbulkan korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda
mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar diberi nama Fort Van Der Capellen.
Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain Agam dan
Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang banyak jumlahnya.
Tanggal 22
Januari 1824 diadakan perjanjian Mosang dengan kaum Padri, namun kemudian
dilanggar oleh Belanda. Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh Kolonel
De Stuers. Dia membangun Benteng Fort De Kock, di Bukit Tinggi. Tanggal 15
November 1825 diadakan perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh Tuanku Nan
Renceh dan Tuanku Pasaman. Seorang Arab, Said Salimuljafrid bertindak sebagai
perantara. Pada hakikatnya berulang-ulang Belanda mengadakan perjanjian itu
dilatarbelakangi kekuatannya yang tidak mampu menghadapi serangan kaum Padri,
di samping itu bantuan dari Jawa tidak dapat diharapkan, karena di Jawa sedang
pecah Perang Diponegoro.
Tahun 1829
daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak Mandailing, Tapanuli.
Di Natal, Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan kepada kaum Padri
mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka setelah selesai perang Diponegoro,
Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda
di sana.
Tahun 1829
De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang Maret
1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga Tuanku Nan
Cerdik menyingkir ke Bonjol. Sejak itu kampung demi kampung dapat direbut
Belanda. Tahun 1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo.
Dengan cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam
dapat dikuasai oleh Belanda. Melihat kenyataan ini baik kaum Adat maupun kaum
Padri menyadari arti pentingnya pertahanan. Maka bersatulah mereka bersama-sama
menghadapi penjajah Belanda.
c. Akhir
Perlawanan
Setelah
daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan ditujukan
langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol
menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini
disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain.
Tuanku Imam Bonjol
Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat
mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan
pertahanan dalam benteng dengan luar benteng, di samping untuk mengetahui
kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan perundingan ini menyebabkan
berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.
Belanda
memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol, yang didahului
dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak
menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu
tidak dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Pasukan
Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belanda
menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada tanggal 25
Oktober 1937. Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti
perlawanan kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus
berlangsung dipimpin oleh Tuanku Tambusi pada tahun 1838. Setelah itu
berakhirlah perang Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda.
3.
Perlawanan Diponegoro (1825 – 1830)
Perlawanan rakyat
Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro merupakan pergolakan terbesar yang
dihadapi pemerintah kolonial Belanda di Jawa. Pemerintah kolonial Belanda
mengalami kesulitan mengatasi perlawanan ini dan menanggung biaya yang sangat
besar. Adapun sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro dapat dibagi menjadi
dua, yaitu sebab umum dan sebab khusus.
a.
Sebab-Sebab Umum
1) Wilayah
Mataram semakin dipersempit dan terpecah
Karena ulah
penjajah, kerajaan Mataram yang besar, di bawah Sultan Agung Hanyokrokusumo,
terpecah belah menjadi kerajaan yang kecil. Melalui perjanjian Gianti 1755,
kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan
Ngayoyakarta. Dengan perjanjian Salatiga 1757 muncullah kekuasaan baru yang
disebut Mangkunegaran dan pada tahun 1813 muncul kekuasaan Pakualam. Kenyataan
inilah yang dihadapi oleh Diponegoro.
2) Masuknya
adat Barat ke dalam kraton
Pengaruh
Belanda di kraton makin bertambah besar. Adat kebiasaan kraton Yogyakarta
seperti menyajikan sirih untuk Sultan bagi pembesar Belanda yang menghadap
Sultan, dihapuskan. Pembesar-pembesar Belanda duduk sejajar dengan sultan. Yang
paling mengkhawatirkan adalah masuknya minuman keras ke kraton dan beredar di
kalangan rakyat.
3) Belanda
ikut campur tangan dalam urusan kraton
Campur
tangan yang amat dalam mengenai penggantian tahta dilaksanakan oleh Belanda.
Demikian pula mengenai pengangkatan birokrasi kerajaan. Misalnya pengangkatan
beberapa pegawai yang ditugaskan untuk memungut pajak.
4) Hak-hak
para bangsawan dan abdi dalem dikurangi
Telah
terjadi kebiasaan bahwa kepada keluarga raja (sentana dalem), memberikan
jaminan hidup berupa tanah apanase, juga kepada pegawai kerajaan (abdi dalem)
diberikan gaji berupa tanah lungguh. Pada masa Kompeni maupun masa kolonial
Inggris dan Belanda, banyak tanah-tanah tersebut diambil oleh pemerintah
kolonial. Dengan demikian para bangsawan (sentana dalem) dan para abdi banyak
yang kehilangan sumber penghasilan. Akibatnya di hati mereka timbul rasa tidak
senang karena hak-haknya dikurangi, termasuk hak-hak raja dan kerajaan.
5) Rakyat
menderita akibat dibebani berbagai pajak
Berbagai
macam pajak yang dibebankan pada rakyat, antara lain:
pejongket
(pajak pindah rumah);
kering aji
(pajak tanah);
pengawang-awang (pajak halaman-pekarangan);
pencumpling
(pajak jumlah pintu)
pajigar (pajak ternak);
penyongket
(pajak pindah nama);
bekti (pajak
menyewa tanah atau menerima jabatan).
b. Sebab
Khusus
Sebab yang
meledakkan perang ialah provokasi yang dilakukan penguasa Belanda seperti
merencanakan pembuatan jalan menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan membongkar
makam keramat. Sebagai protes patok-patok (tanda dari tongkat kayu pendek)
untuk pembuatan jalan dicabut dan diganti dengan tombak-tombak. Residen
Smissaert berusaha mengadakan perundingan tetapi, Pangeran Diponegoro tidak
muncul, hanya mengirim wakilnya, Pangeran Mangkubumi. Asisten Residen
Chevallier untuk menangkap kedua pangeran, digagalkan oleh barisan rakyat di
Tegalreja. Mereka telah meninggalkan tempat. Pangeran Diponegoro pindah ke
Selarong tempat ia memimpin perang.
Pangeran
Diponegoro minta kepada Residen agar Patih Danurejo dipecat. Surat baru mulai
ditulis mendadak rumah Pangeran Diponegoro diserbu oleh serdadu Belanda di
bawah pimpinan Chevailer. Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo beserta
keluarganya. Rumah Pangeran Diponegoro dibakar habis. Dia diikuti oleh Pangeran
Mangkubumi. Pergilah mereka ke Kalisoka dan dari sanalah meletus perlawanan
Pangeran Diponegoro (20 Juli 1825)
Banyak para
pangeran dan rakyat menyusul Pangeran Diponegoro ke Kalisoka untuk ikut
melakukan perlawanan dengan berlandaskan tekad perang suci membela agama Islam
(Perang Sabil) menentang ketidakadilan. Dari Kalisoka pengikut Pangeran
Diponegoro tersebut dibawa ke Goa Selarong, jaraknya 7 pal (13 km) dari
Yogyakarta. Pasukan Belanda yang mengejar Pangeran Diponegoro dapat dibinasakan
oleh pasukan Pangeran Diponegoro di bawah pimpinan Mulya Sentika. Yogyakarta
menjadi kacau, prajurit Belanda dan Sultan Hamengku Buwana V menyingkir ke
Benteng Vredenburg.
c. Jalannya
Perlawanan
Dari
Selarong, tentara Diponegoro mengepung kota Yogyakarta sehingga Sultan Hamengku
Buwana V yang masih kanak-kanak diselamatkan ke Benteng Belanda. Perang
berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya dengan siasat perang gerilya dan
mendadak menyergap musuh. Pangeran Diponegoro ternyata seorang panglima perang
yang cakap. Berkali-kali pasukan Belanda terkepung dan dibinasakan. Belanda
mulai cemas. Dipanggillah tentaranya yang berada di Sumatera, Sulawesi,
Semarang, dan Surabaya untuk menghadapi laskar Diponegoro. Namun, usaha itu
sia-sia.
Pusat
pertahanan Diponegoro dipindahkan ke Plered. Dari sini gerakan Diponegoro
meluas sampai di Banyuwangi, Kedu, Surakarta, Semarang, Demak, dan Madiun.
Kemenangan yang diperoleh Diponegoro membakar semangat rakyat sehingga banyak
yang menggabungkan diri. Bupati daerah dan bangsawan kraton banyak juga yang
memihak kepadanya. Misalnya Bupati Madiun, Bupati Kertosono,
Pangerang
Serang, dan Pangeran Suriatmojo dari Banyumas. Di Plered, Pangeran Diponegoro
sempat dinobatkan menjadi sultan dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra
Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa, berpusat di
Plered. Tanggal 9 Juni 1862 Plered diserbu Belanda. Pertahanan dipimpin oleh
Kerta Pengalasan. Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro dibantu seorang
yang gagah berani, bernama Sentot dengan gelar Alibasyah Prawirodirjo, putra
dari Bupati Madiun Raden Ronggo Prawirodirjo.
Dari Plered,
pertahanan Pangeran Diponegoro dipindahkan lagi ke Deksa. Belanda mengalami
kesulitan dalam menghadapi pasukan Diponegoro. Belanda terpaksa mendatangkan
pasukan tambahan dari negeri Belanda. Namun, pasukan tambahan Belanda tersebut
dapat dihancurkan oleh pasukan Diponegoro. Akibat berbagai kekalahan perang
pada periode tahun 1825 – 1826 Belanda pada tahun 1827 mengangkat Jenderal De
Kock menjadi panglima seluruh pasukan Belanda di Jawa.
Belanda
menggunakan siasat perang baru yang dikenal dengan ”Benteng Stelsell”, yaitu
setiap daerah yang dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya.
Antara benteng yang satu dan benteng lainnya dihubungkan oleh pasukan gerak
cepat. Benteng Stelsell atau Sistem Benteng ini mulai dilaksanakan oleh
Jenderal De Kock pada tahun 1827. Tujuannya adalah untuk mempersempit ruang
gerak pasukan Diponegoro dengan jalan mendirikan pusat-pusat pertahanan berupa
bentengbenteng di daerah-daerah yang telah dikuasainya penasihat Perang
Diponegoro beliau seorang ulama dari daerah Surakarta, meninggal pada tanggal
20 Desember 1849 di Tondano
Dengan
adanya siasat baru ini perlawanan pasukan Diponegoro makin lemah. Di samping
itu Belanda berusaha menjauhkan Diponegoro dari pengikutnya.
d. Akhir
Perlawanan
Penyerahan
para pangeran ini secara berturut-turut sangat memukul perasaan Diponegoro.
Dalam menghentikan perlawanan Diponegoro, Belanda menempuh jalan yang mungkin.
Rupanya Belanda memakai prinsip menghalalkan cara untuk mencapai tujuan dalam
menghadapi Diponegoro.
Belanda
mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding di Magelang, Belanda berjanji
seandainya perundingan gagal, Pangeran Diponegoro boleh melanjutkan kembali ke
medan perang.
Perundingan
ini baru dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 1830, setelah Diponegoro
beristirahat selama 20 hari karena bulan Ramadhan. Ternyata perundingan ini
menemui kegagalan dan dalam perundingan itulah Pangeran Diponegoro ditangkap.
Belanda
telah mengkhianati Diponegoro. Belanda telah mengkhianati janjinya. Dari
Magelang Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia. Akhirnya diasingkan ke
Manado tanggal 3 Mei 1830.
Pada tahun 1834
ia dipindahkan ke Makasar (sekarang Ujung Pandang) dan wafat tanggal 8 Januari
1855 dalam usia 70 tahun.
4 . Perlawanan
Rakyat Makasar
Diantara kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan adalah Gowa dan Talo. Kerajaan Gowa bergabung dengan keajaan tallo dan menjadi kerajaan Gowa-Tallo atau Makasar. Kerajaan Makasar anti dengan Belanda karena politik monopolinya, serta selalu ikut campur urusan politik kerajaan dan membatasi pelayaran orang-orang Makassar.
Diantara kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan adalah Gowa dan Talo. Kerajaan Gowa bergabung dengan keajaan tallo dan menjadi kerajaan Gowa-Tallo atau Makasar. Kerajaan Makasar anti dengan Belanda karena politik monopolinya, serta selalu ikut campur urusan politik kerajaan dan membatasi pelayaran orang-orang Makassar.
A.
Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Belanda menjalani monopoli perdagangan rempah –
rempah, politik ekstirpasi dan menvampuri urusan penggantian tahta
Belanda membatasi pelayaran pinisi orang – orang
makasar di maluku
Sultan
Hasanudin merupakan raja Makasar berusaha membela kepentingan rakyat dan
kedaulatan kerajaan dari Belanda. Beliau harus menghadapi Aru Palaka raja Bone
yang dibantu Belanda. Dengan tipu daya akhirnya Sultan Hasanudin dapat
dikalahkan oleh Belanda dan harus menandatangani perjanjian Bongaya tahun 1667,
ini berarti berakhirnya kedaulatan kerajaan Makasar.
5 . Perlawanan Rakyat Aceh
Penyebab terjadinya perang Aceh sebagai berikut :
• Pemerintah kolonial ingin menguasai Aceh sebagai kerajaan yang kuat
• Traktat London 1824 dan Traktat Sumatra 1871 memberi kedaulatan penuh pada Aceh dan itu menjadi ancaman Belanda yang ingin menguasai seluruh Nusantara. Belanda menuntut Aceh untuk mengakui kedaulatan Belanda di Nusantara namun ditolak oleh rakyat Aceh.
Akhirnya Belanda menyerang tanggal 26 Maret 1873 dibawah pimpinan Jenderal Kohler. Belanda berusaha menguasai Masjid Raya Aceh yang diduga merupakan pusat pertahanan pasukan Aceh. Serangan ini dapat digagalkan dan jenderal Kohler gugur. Belanda mengirimkan pasukan kembali yang dipimpin Jenderal Van Swieten dan berhasil menduduki Kutaraja ibu kota kerajaan Aceh.
Untuk menghadapi perang itu Belanda menggunakan siasat Konsentrasi Stelsel, yaitu memusatkan kekuatan pada daerah yang sudah dikuasainya. Salah seorang pemimpin Aceh yaitu Teuku Umar berpura-pura bergabung dengan tentara Belanda, tujuannya untuk mendapatkan senjata. Setelah senjata didapat Ia kembali
Bergabung dengan pejuang lainnya seperti Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Teuku Cik Dik Tiro, Panglima Polim, dll.
Penyebab terjadinya perang Aceh sebagai berikut :
• Pemerintah kolonial ingin menguasai Aceh sebagai kerajaan yang kuat
• Traktat London 1824 dan Traktat Sumatra 1871 memberi kedaulatan penuh pada Aceh dan itu menjadi ancaman Belanda yang ingin menguasai seluruh Nusantara. Belanda menuntut Aceh untuk mengakui kedaulatan Belanda di Nusantara namun ditolak oleh rakyat Aceh.
Akhirnya Belanda menyerang tanggal 26 Maret 1873 dibawah pimpinan Jenderal Kohler. Belanda berusaha menguasai Masjid Raya Aceh yang diduga merupakan pusat pertahanan pasukan Aceh. Serangan ini dapat digagalkan dan jenderal Kohler gugur. Belanda mengirimkan pasukan kembali yang dipimpin Jenderal Van Swieten dan berhasil menduduki Kutaraja ibu kota kerajaan Aceh.
Untuk menghadapi perang itu Belanda menggunakan siasat Konsentrasi Stelsel, yaitu memusatkan kekuatan pada daerah yang sudah dikuasainya. Salah seorang pemimpin Aceh yaitu Teuku Umar berpura-pura bergabung dengan tentara Belanda, tujuannya untuk mendapatkan senjata. Setelah senjata didapat Ia kembali
Bergabung dengan pejuang lainnya seperti Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Teuku Cik Dik Tiro, Panglima Polim, dll.
Setelah
Belanda melaksanakan saran-saran Dr.Snouch Hurgronje akhirnya Aceh dapat
dikuasai Belanda tahun 1904.
6 . Perlawanan Rakyat Bali
Di Bali berdiri banyak kerajaan diantaranya kerajaan Buleleng, Karang Asem, Klungkung, Gianyar, Badung, Tabanan, Mengwi, dan Jembrana. Mereka memiliki tradisi Hak Tawan Karang yaitu hak penguasa setempat untuk menawan dan menguasai kapal beserta isinya. Pada tahun 1844 kapal dagang Belanda sengaja di damparkan di Prancak, wilayah kerajaan
6 . Perlawanan Rakyat Bali
Di Bali berdiri banyak kerajaan diantaranya kerajaan Buleleng, Karang Asem, Klungkung, Gianyar, Badung, Tabanan, Mengwi, dan Jembrana. Mereka memiliki tradisi Hak Tawan Karang yaitu hak penguasa setempat untuk menawan dan menguasai kapal beserta isinya. Pada tahun 1844 kapal dagang Belanda sengaja di damparkan di Prancak, wilayah kerajaan
Buleleng
agar terkena Hak Tawan Karang.
Penawanan kapal tersebut dijadikan alasan Belanda menyerang Buleleng tahun 1848. Pertempuran mempertahankan Buleleng dikenal sebagai Puputan Jagaraga, selain itu Puputan Badung 1906, Puputan Kusamba 1908 dan Puputan Klungkung.
Penawanan kapal tersebut dijadikan alasan Belanda menyerang Buleleng tahun 1848. Pertempuran mempertahankan Buleleng dikenal sebagai Puputan Jagaraga, selain itu Puputan Badung 1906, Puputan Kusamba 1908 dan Puputan Klungkung.
Untuk
merebut Benteng Jagaraga, Belanda mendatangkan pasukan secara
besar-besaran. Belanda menyerang dari depan dan belakang benteng. Benteng
Jagaraga dihujani tembakan meriam. Banyak korban berjatuhan, tidak ada satupun
laskar jagaraga yang melarikan diri. Mereka semua gugur termasuk I Gusti
Ketut Jelantik .
7 . Perlawanan
Rakyat Banjar
Perlawanan di Kalimantan Selatan (Banjarmasin) terjadi karena persaingan anggota keluarga kerajaan untuk naik tahta pada tahun 1859. Banyak anggota kerajaan yang ingin naik tahta bekerjasama dengan Belanda. Keadaan di atas ditentang salah seorang Pangeran yaitu Pangeran Antasari.
Perlawanan di Kalimantan Selatan (Banjarmasin) terjadi karena persaingan anggota keluarga kerajaan untuk naik tahta pada tahun 1859. Banyak anggota kerajaan yang ingin naik tahta bekerjasama dengan Belanda. Keadaan di atas ditentang salah seorang Pangeran yaitu Pangeran Antasari.
A . latar belakang terjadi perlawanan
D
belanda
memaksakan monopoli perdagangan di Kerajaan Banjar. Dalam monopoli perdagangan
lada, rotan, damar, dan hasil-hasil tambang seperti emas dan intan
D
pemeritah
kolonial belanda ikut mencampuri urusan dalam Kraton terutamaa dalam pergantian
sultan – sultan kerajaan banjar
D
pemerintah
belanda mengumumkan bahwa Kesultanan Banjarmasin akan dihapuskan
Pangeran
Antarasi melakukan perlawanan sampai tahun 1862, dan berakhir tahun 1863.
8 .Perang Rakyat
Batak(1878 – 1907)
Perlawanan mengusir Belanda terus terjadi di berbagai daerah. Perlawanan dilakukan oleh raja, sultan, pangeran maupun oleh rakyat. Perlawanan rakyat Tapanuli yang dilakukan dilingkungan kerajaan Batak dipimpin oleh raja Sisingamangaraja XII.
Perlawanan mengusir Belanda terus terjadi di berbagai daerah. Perlawanan dilakukan oleh raja, sultan, pangeran maupun oleh rakyat. Perlawanan rakyat Tapanuli yang dilakukan dilingkungan kerajaan Batak dipimpin oleh raja Sisingamangaraja XII.
A. Sebab – sebab perlawanan
*
Pemarintah
hindia belanda berkali – kali mengirimkan ekspedisi militernya untuk
menaklukkandaerah – daerah di sumatera utara
*
Peristiwa
ter bunuhnya Tuan na Banon (sisingamangaraja x).
*
Adanya
perluasan agama kristen di daerah batak
Dalam
beberapa pertempuran pasukan sisingamangaraja XII dapat terdesak dan belanda
berhasil menawan keluarga sisingamangaraja XII.dalam pertempuran di daerah
dairi, sisingamangaraja tertembak dan gugur pada tanggal 17 juni 1907