BUDAYA SASAK (UPACARA KEMATIAN)
Dalam siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian
merupakan akhir kehidupan seseorang
di dunia. Masyarakat meyakini kehidupan
lain setelah kematian. Di beberapa kelompok masyarakat
dilakukan persiapan bagi si mati. Salah satu peristiwa yang harus
dilakukan adalah penguburan. Penguburan
meliputi
perawatan mayat termasuk membersihkan, merapikan,
atau mengawetkan mayat:
Upacara adat kematian yang dilaksanakan
sebelum acara penguburan meliputi beberapa
tahapan yaitu:
1. Belangar
Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya menganut agama Islam sehingga
setiap ada yang meninggal
ada beberapa proses yang dilalui.
Pertama kali
yang dilakukan adalah memukul
beduk dengan irama
pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada salah seorang
warga yang meninggal.
Setelah itu maka
masyarakat berdatangan baik dari desa tersebut
atau desa-desa yang lain
yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan
dan handai taulan. Kedatangan masyarakat ke tempat acara kematian tersebut
disebut langar (Melayat). Tradisi belangar
bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang di
tinggalkan mati oleh keluarganya, Mereka biasanya
membawa beras seadanya
guna membantu meringankan
beban yang terkena musibah.
2. Memandikan
Dalam pelaksanaannya, apabila yang meninggal
laki-laki maka yang memandikannya adalah laki-laki, demikian sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang memandikannya
adalah perempuan. Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari segi
usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan
itu biasanya tokoh agama setempat. Adapun macam air yang digunakan adalah air sumur. Setelah di mandikan, mayat dibungkuskan pada acara ini, biasanya si
mayit di taburi keratan kayu cendana atau cecame.
3. Betukaq(Penguburan)
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu:
a)
Setelah
seseorang dinyatakan meninggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di ruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi langit-langit (bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan
meninggalnya orang tersebut. Selesai dibungkus si mayat disalatkan di rumah oleh
keluarganya sebagai salat pelepasan, lalu
dibawa ke masjid
atau musala.
b)
Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran
bumi
(penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke dalam
kubur), untuk itu perlu penyembelihan hewan sebagai
tumbal.
4. Nelung dan
Mituq
Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan
arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa, selain itu keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Selanjutnya diikuti
dengan upacara nyiwaq
dan begawe dengan persiapan sebagai berikut:
a)
Mengumpulkan kayu bakar.
Kayu biasanya dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga) dan mitu (hari ketujuh) dengan
cara perebaq kayu (menebang
pohon).
b)
Pembuatan tetaring.
Pembuatan tetaring
terbuat dari daun kelapa yang dianyam dan digunakan
sebagai tempat para tamu undangan
(temue) duduk bersila.
c)
Penyerahan bahan-bahan begawe.
Peyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada
inaq gawe. Penyerahannya ini dilakukan pada hari mituq. Kemudian inaq gawe
menyerahkan alat-alat upacara.
d) Dulang Inggas Dingari
Disajikan kepada Penghulu
atau Kyai yang menyatakan
orang tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari ini harus disajikan tengah malam kesembilan
hari meninggal dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa besok hari diadakan
upacara sembilan hari.
e)
Dulang
penamat
Adapun maksudnya simbol hak milik dari orang
yang meninggal semasa hidupnya
harus diserahkan secara sukarela
kepada orang yang berhak mendapatkannya.
kemudian semua keluarga
dan undangan dipimpin oleh Kyai melakukan do’a selamatan untuk arwah yang meninggal agar diterima Tuhan Yang
Maha Esa, dan keluarga yang
ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
f)
Dulang talet Mesan (Penempatan Batu Nisan)
Dimaksudkan
sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung
merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan
dipasang oleh Kyai yang memimpin do’a yang kemudian dulang ini
dibagikan kepada orang yang ikut serta pada saat itu. Setelah berakhirnya
upacara ini selesailah upacara nyiwak.
Adapun
rangkaian upacara kematian
pada masyarakat
Sasak yaitu:
a) Hari pertama disebut nepong tanaq atau nuyusur tanaq. Pemberian informasi kepada
warga desa bahwa ada yang meninggal.
b) Hari kedua
tidak ada yang bersifat ritual.
c) Hari ketiga disebut nelung yaitu penyiapan aiq wangi dan dimasukkan
kepeng bolong untuk didoakan.
d) Hari keempat menyiram aiq
wangi ke kuburan.
e) Hari kelima melaksanakan bukang daiq artinya mulai membaca AQur’an.
f) Hari keenam melanjutkan membaca Al-Qur’an.
g) Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai
dengan pembacaan Al-Qur’an.
h) Hari kedelapan tidak ada acara ritual yang dilaksanakan, dan
i)
Hari kesembilan
yang sebut Nyiwaq atau Nyenge
dengan acara akhir perebahan jangkih.
0 comments:
Post a Comment